Minggu, 02 Januari 2011

Tujuan Akhir dalam hidup yg abadi

الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Tujuan Akhir Dalam Hidup Yang Abadi
Pada awalnya semua manusia terlahir dalam keadaan suci, dan setiap manusia memiliki tujuan yang suci pula, namun keindahan dunia telah menodai kesucian itu. bahkan terkadang kitapun tidak sadar kalau kesucian tidak telah ternoda, oleh sebab itu, sebagai manusia mari kita sadari diri ini, apa yang harus kita lakukan agar hidup benar-benar berarti.

Sebab mau tidak mau kita harus kembali kepada-Nya, dan betapa dzolimnya kalau kita menghadap kepada-Nya dalam keadaan kotor yang penuh dengan noda, oleh sebab itu mari kita bersihkan diri kita sebelum waktu kita menghadap kepada-Nya.

Meninggalkan hal yg tidak di perlukan

Meninggalkan Hal Yang Tidak DiperlukanBanyak hal yang dapat dilakukan oleh seorang muslim di dunia ini. perkataan, perbuatan dan gaya berpikir dari yang halal sampai yang haram. Seperti iman seseorang yang berbeda-beda, memilih sesuatu untuk dirinya pun berbeda. entah itu hal yang baik atau buruk untuk dirinya, berguna atau tidak untuk dirinya. akan tetapi Islam mengajarkan seorang muslim demi kesempurnaan keimanan dan keislamannya untuk melakukan hal yang berguna bagi dirinya dan meninggalkan hal yang tidak diperlukan.

Orang dewasa yang normal pasti bisa berpikir dan memilih sesuatu yang berguna bagi dirinya. orang dewasa yang normal tidak akan sembarang memilih hal yang mana itu tidak berguna, karena itu namanya "percuma" hanya buang-buang waktu dan tenaga.


Kualitas keislaman seorang muslim dapat dilihat dari cara dia berbicara, apakah dia mengatakan sesuatu yang berguna atau mengatakan perkataan kosong. dari perbuatannya, apakah dia melakukan perbuatan yang diperlukan atau melakukan perbuatan yang percuma. dan lain sebagainya.

Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

Artinya : "Termasuk dari kesempurnaan keislaman seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak diperlukan." (HR At-Tirmidzi)

Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata dalam penjelasan hadits tersebut : bahwasanya yang termasuk dari kesempurnaan keislaman seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak diperlukan dari perkataan dan perbuatan, dan dia hanya berkonsentrasi dalam melakukan hal-hal yang dia perlukan dari perkataan dan perbuatan.

Dan beliau juga mengomentari tentang "hal yang diperlukan" yaitu ketika sempurna keislaman seseorang maka dia akan meninggalkan semua hal yang tidak diperlukan dari hal-hal yang haram, makruh dan sebagian yang mubah yang mana dia tidak memerlukannya. maka itu semua tidaklah diperlukan jika keislaman seseorang telah sempurna.

Doa sebelum zikr sesudahnya

الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Doa Sebelum Salam Dzikir SesudahnyaSyeikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin pernah ditanya tentang perkataan Ibnu Taimiyah :

إن الدعاء يكون قبل السلام والذكر بعده

Artinya : "Sesungguhnya doa adalah ketika sebelum salam (dari sholat) dan dzikir adalah setelahnya."

Beliau menjawab : Adapun pertanyaan tentang perkataan Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Al-Qoyim -rahimahumallah- : "Sesungguhnya doa adalah ketika sebelum salam dan dzikir adalah setelahnya," adalah perkataan yang baik sekali berdasarkan hadits dari Ibnu Mas'ud yang menyebutkan bahwa ketika Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- mengajarinya tasyahud, beliau bersabda :

ثم ليتخير من الدعاء أعجبه إليه

Artinya : "Kemudian agar memilih doa yang diinginkan." (HR Bukhori dan Muslim)

Beliau -sholallahu 'alaihi wasallam- menganjurkan kepada orang yang sholat untuk berdoa setelah membaca bacaan tasyahud secara langsung dan sebelum salam.

Dan adapun dasar bahwa dzikir setelah salam adalah firman Allah :

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِكُم

Artinya : "Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring." (QS An-Nisa : 103)

Maka dengan ini, apa yang terjadi setelah salam (dalam sholat) merupakan dzikir dan yang terjadi sebelum salam merupakan doa sebagaimana yang disebut oleh hadits dan Al-Qur'an diatas.

Bisa juga kita katakan bahwa ketika dalam sholat, orang tersebut sedang bermunajat dengan Allah -ta'ala- sebagaimana yang dikatakan Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam-. dan ketika salam, berarti dia telah selesai dari bermunajat dengan Tuhannya.

Bagaimana mungkin kita mengatakan, "Akhirkanlah doa sampai kamu selesai bermunajat dengan Allah -ta'ala-." secara akal, bahwa doa terjadi sebelum salam yaitu ketika hamba sedang dalam keadaan bermunajat dengan Tuhannya. dan inilah yang dimaksud dari perkataan Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Al-Qoyim.

Tidak mengapa seseorang kadang-kadang berdoa setelah selesai melaksanakan sholat. akan tetapi tidak untuk menjadikannya sebagai amalan sunah yang diperintahkan sebagaimana yang dikira oleh sebagian orang, mengangkat tangannya (berdoa) setelah selesai melaksanakan sholat sunah. hal ini, saya tidak mengetahui dasarnya dari Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam-.

#Sumber
Majmu' Fatawa, Ibnu Al-Utsaimin

Kamis, 23 Desember 2010

Hak Penanggalan kalender Hijriah

Kita semua mengetahui bahwa puasa pada hari raya adalah haram. akan tetapi ketika terjadi perbedaan penentuan ied (baik itu iedul fitri atau iedul adha) maka kita kembali pada yang kita ikuti. dan sebelumnya kita harus memahami asal dan sebab perbadaan tersebut.

Perbedaan penetapan iedul fitri atau adha yang banyak terjadi. itu tidak lepas dari perbedaan pendapat para ulama terdahulu tentang penganggapan mathla' hilal, yaitu apakah perbedaan waktu munculnya hilal diberbagai tempat. contoh ketika hilal muncul di Arab Saudi hari senin, akan tetapi baru terlihat di Indonesia hari selasa.

Semua ulama sepakat bahwa setiap daerah/negara memiliki mathla' hilal sendiri-sendiri. akan tetapi mereka berbeda pendapat apakah berbedanya mathla' dapat mempengaruhi penetapan tanggal hijriyah masing-masing daerah/negara?

Jumhur ulama berpendapat bahwa perbedaan mathla' hilal tidak dianggap atau tidak berpengaruh terhadap penentuan tanggal hijriyah. itu berarti ketika hilal telah nampak di Arab Saudi (berdasarkan persaksian 2 orang yang adil) maka itu berlaku disemua negara islam diseluruh dunia.

Dan yang masyhur dalam madzhab Syafi'i bahwa perbedaan mathla' hilal berpengaruh pada penanggalan tiap-tiap daerah/negara. dengan kata lain bahwa setiap daerah/negara boleh menetapkan tanggal hijriyahnya sendiri-sendiri berdasarkan mathla' hilalnya masing-masing. pendapat ini didasari hadits masyhur dari Ibnu Abbas yang ketika itu iedul fitri di Syam satu hari lebih dulu dari pada di Madinah. dan ketika beliau ditanya mengapa hari iednya tidak disamakan saja dengan Syam? beliau menjawab beginilah Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- mengajari kami.

Contohnya hilal nampak di Arab Saudi hari senin tanggal 16 dan baru nampak di Indonesia hari selasa tanggal 17. maka awal bulan di Arab Saudi sehari lebih dulu dari pada di Indonesia. dan sejauh yang saya ketahui bahwa MUI dalam penetapan-penetapan tersebut menggunakan pendapat dari madzhab Syafi'i yaitu menganggap berbedaan hilal dalam penentuan awal bulan hijriyah bagi setiap daerah/negara.

- Puasa dihari raya yang diperdebatkan

Bagi kita sebagai warga suatu daerah, maka hukum kita mengikuti apa yang ditetapkan daerah tempat kita tinggal. ketika anda tinggal di Indonesia, dan pemerintah telah resmi menetapkan hari raya pada hari selasa contohnya. sedangkan Arab Saudi menetapkan hari raya pada hari senin. maka penduduk Arab Saudi dan semua orang yang tinggal disana waktu itu merayakan hari raya pada hari senin dan diharamkan bagi mereka puasa pada hari itu. sedangkan di Indonesia, dikarenakan telah ditetapkan bahwa hari raya adalah hari selasa, maka bagi masyarakat Indonesia dan siapa saja yang berada di Indonesia waktu itu tetap melaksanakan puasa pada hari senin dan baru merayakan hari raya pada hari selasa. ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas diatas.

wabillahi at-taufiq

Senin, 20 Desember 2010

Ikhtiar Menggapai Bening Hati


IKHTIAR MENGGAPAI BENING HATI Keberuntungan memiliki hati yg bersih sepatut membuat diri kita berpikir keras tiap hari menjadikan kebeningan hati ini menjadi aset utama utk menggapai kesuksesan dunia dan akhirat kita. Subhanallaah betapa kemudahan dan keindahan hidup akan senantiasa meliputi diri orang yg berhati bening ini. Karena itu mulai detik ini bulatkanlah tekad utk bisa menggapai susun pula programnyata utk mencapainya. Diantara program yg bisa kita lakukan utk menggapai hidup indah dan prestatif dgn bening hati adl : 1. Ilmu Carilah terus ilmu tentang hati keutamaan kebeningan hati kerugian kebusukan hati bagaimana perilaku dan tabiat hati serta bagaimana utk mensucikannya. Diantara ikhtiar yg bisa kita lakukan adalah dgn caramendatangi majelis taklim membeli buku-buku yg mengkaji tentang kebeningan hati mendengarkan ceramah-ceramah berkaitan dgn ilmu hati baik dari kaset maupun langsung dari nara sumbernya. Dan juga dgncara berguru langsung kepada orang yg sudah memahami ilmu hati ini dgn benar dan ia mempraktekan dalam kehidupan sehari-harinya. Harap dimaklumi ilmu hati yang disampaikan oleh orang yg sudah menjalani akan memiliki kekuatan ruhiah besar dalam mempengaruhi orang yg menuntut ilmu kepadanya. Oleh karena carilah ulama yg dgn gigih mengamalkan ilmu hati ini. 2. Riyadhah atau Melatih Diri Seperti kata pepatah “alah bisa krn biasa”. Seseorang mampu melakukan sesuatu dgnoptimal salah satu krn terlatih atau terbiasa melakukannya. Begitu pula upaya dalam membersihkan hati ini ternyata akan mampu dilakukan dgnoptimal jikalau kita terus-menerus melakukan riyadhah . Adapun bentuk latihan diri yg dapat kita lakukan untuk menggapai bening hati ini adl Menilai kekurangan atau keburukan diri. Patut diketahui bahwa bagaimana mungkin kita akan mengubah diri kalau kita tak tahu apa-apa yg harus kita ubah bagaimana mungkin kita memperbaiki diri kalau kita tak tahu apa yg harus diperbaiki. Maka hal pertama yg harus kita lakukan adl dgn bersungguh-sungguh utk belajar jujur mengenal diri sendiri dgncara Memiliki waktu khusus utk tafakur. Setiap ba’da shalat kita harus mulai berpikir; saya ini sombong atau tidak? Apakah saya ini riya atau tidak? Apakah saya ini orang takabur atau tidak? Apakah saya ini pendengki atau bukan? Belajarlah sekuat tenaga utk mengetahui diri ini sebenarnya. Kalau perlu buat catatan khusus tentang kekurangan-kekurangan diri kita {tentu saja tak perlu kita beberkan pada orang lain}. Ketahuilah bahwa kejujuran pada diri ini merupakan modal yg teramat penting sebagai langkah awal kita utk memperbaiki diri kita ini Memiliki partner. Kawan sejati yg memiliki komitmen utk saling mengkoreksi semata-mata utk kebaikan bersama yg memiliki komitmen utk saling mewangikan mengharumkan memajukan dan diantara menjadi cermin bagi satu yang lainnya. Tidak ada yg ditutup-tutupi. Tentu saja dgn niat dan cara yang benar jangan sampai malah saling membeberkan aib yg akhir terjerumus pada fitnah. Partner ini bisa istri suami adik kakak atau kawan-kawan lain yang memiliki tekad yg sama utk mensucikan diri. Buatlah prosedur yg baik jadwal berkala sehingga selain mendapatkan masukan yg berharga tentang diri ini dari partner kita kita juga bisa meni’mati proses ini secara wajar.
Mamfaatkan orang yg tak menyukai kita. Mengapa? Tiada lain krn orang yg membenci kita ternyata memiliki kesungguhan yg lbh dibanding orang yg lain dalam menilai memperhatikan mengamati khusus dalam hal kekurangan diri. Hadapi mereka dgn kepala dingin tenang tanpa sikap yg berlebihan. Anggaplah mereka sebagai aset karunia Allah yg perlu kita optimalkan keberadannya. Karena jadikan apapun yg mereka katakan apapun yg mereka lakukan menjadi bahan perenungan bahan utk ditafakuri bahan utk dimaafkan dan bahan utk berlapang hati dgn membalas justru oleh aneka kebaikan. Sungguh tak pernah rugi orang lain berbuat jelek kepada diri kita. Kerugian adalah ketika kita berbuat kejelekkan kepada orang lan.
Tafakuri kejadian yg ada di sekitar kita.
Kejadian di negara tingkah polah para pengelola negara akhlak pipmpinan negara atau tokoh apapun dan siapa pun di negeri ini. Begitu banyak yg dapat kita pelajari dan tafakuri dari mereka baik dalam hal kebaikan ataupun kejelekkan/kesalahan . Selain itu dari orang-orang yg ada di sekitar kita seperti teman tetangga atau tamu yg mereka itu merupakan bahan utk ditafakuri. Mana yg menyentuh hati kita menaruh rasa hormat kagum kepada mereka. Mana yg akan melukai hati mendera perasaan mencabik qalbu krn itu juga bisa jadi bahan contoh bahan perhatian lalu tanyalah pada diri kita mirip yg mana? Tidak usah kita mencemooh orang lain tapi tafakuri perilaku orang lain tersebut dan cocokkan dengan keadaan kita. Ubahlah sesuatu yg dianggap melukai seperti yg kita rasakan kepada sesuatu yg menyenangkan. Sesuatu yg dianggap mengagumkan kepada perilaku kita spereti yg kita kagumi tersebut. Mudah-mudahan dgn riyadhah tahap awal ini kita mulai mengenal siapa sebenar diri kita? ** {Sumber : Koran Kecil MQ EDISI 06/TH.1/2001}
sumber : file chm bundel Tausyiah Manajemen Qolbu Aa Gym

Tolong, Muliakan Aku Dengan Maafmu

Ini sebuah kisah anonymous tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir : HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU. 

Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. 

Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU. 

Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya, "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?" Temannya sambil tersenyum menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin." 

Cerita di atas, bagaimanapun tentu saja lebih mudah dibaca dibanding diterapkan. Begitu mudahnya kita memutuskan sebuah pertemanan 'hanya' karena sakit hati atas sebuah perbuatan atau perkataan yang menurut kita keterlaluan hingga menyakiti hati kita. Sebuah sakit hati lebih perkasa untuk merusak dibanding begitu banyak kebaikan untuk menjaga. Mungkin ini memang bagian dari sifat buruk diri kita. 

Karena itu, seseorang pernah memberitahu saya apa yang harus saya lakukan ketika saya sakit hati. Beliau mengatakan ketika sakit hati yang paling penting adalah melihat apakah memang orang yang menyakiti hati kita itu tidak kita sakiti terlebih dahulu. 

Bukankah sudah menjadi kewajaran sifat orang untuk membalas dendam? Maka sungguh sangat bisa jadi kita telah melukai hatinya terlebih dahulu dan dia menginginkan sakit yang sama seperti yang dia rasakan. 

Bisa jadi juga sakit hati kita karena kesalahan kita sendiri yang salah dalam menafsirkan perkataan atau perbuatan teman kita. Bisa jadi kita tersinggung oleh perkataan sahabat kita yang dimaksudkannya sebagai gurauan. 

Namun demikian, Saudara-saudaraku, salah seorang guru saya selalu mengajari muridnya untuk memaafkan kesalahan-kesalahan saudaranya yang lain. Tapi ini akan sungguh sangat berat. Karena itu beliau mengajari kami untuk 'menyerahkan' sakit itu kepada Allah -yang begitu jelas dan pasti mengetahui bagaimana sakit hati kita- dengan membaca doa, "Ya Allah, balaslah kebaikan siapapun yang telah diberikannya kepada kami dengan balasan yang jauh dari yang mereka bayangkan. Ya Allah, ampuni kesalahan-kesalahan saudara-saudara kami yang pernah menyakiti hati kami." 

Bukankah Rasulullah pernah berkata, "Tiga hal di antara akhlak ahli surga adalah memaafkan orang yang telah menganiayamu, memberi kepada orang yang mengharamkanmu, dan berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu". 

Karena itu, Saudara-saudaraku, mungkin aku pernah menyakiti hatimu dan kau tidak membalas, dan mungkin juga kau menyakiti hatiku karena aku pernah menyakitimu. Namun dengan ijin-Nya aku berusaha memaafkanmu. Tapi yang aku takutkan kalian tidak mau memaafkan. 

Sungguh, Saudara-saudaraku, dosa-dosaku kepada Tuhanku telah menghimpit kedua sisi tulang rusukku hingga menyesakkan dada. Saudara-saudaraku, jika kalian tidak sanggup mendoakan aku agar aku 'ada' di hadapan-Nya, maka ikhlaskan segala kesalahan-kesalahanku. Tolong jangan kau tambahkan kehinaan pada diriku dengan mengadukan kepada Tuhan bahwa aku telah menyakiti hatimu. Tolong, sekali pun jangan. Tolong, maafkan. (eramuslim)
 

Antisipasi Futur

Di dalam beraktifitas, kadang kala seorang da'i terlalu berlebihan atau memaksakan diri dalam berda'wah - amaliyah beribadah - tanpa mempertimbangkan situasi dan kondisi diri, baik fisik, kesehatan maupun psikis. Sedangkan dalam diri manusia memiliki kemampuan yang terbatas. Melampaui batas kewajaran dalam melakukan hal-hal yang mubah, sikap ekstrim dalam melaksanakan aturan agama, mengutamakan hidup 'uzlah (menyendiri) daripada berjamaah. Menyepelekan aktifitas harian, kurang mengingat kematian dan akhirat, mengerjakan sebagian dari syariat agama, mengabaikan kebutuhan jasmani dan membiarkan dirinya termasuki sesuatu yang haram atau bernilai syubhat, tidak terprogramnya aktifitas yang dilakukan sehingga tidak siap menghadapi kendala da'wah, melalaikan kaidah sunnatullah, dan berlarut-larut dalam melakukan maksiat sehingga meremehkan dosa-dosa yang kecil. Akhirnya terbiasa dengan dosa-dosa besar, serta berteman dengan orang yang berpenyakit futuur. Semua itu yang menyebabkan seseorang yang sedang ditanda kefutuuran.
Futuur adalah suatu penyakit hati yang efek minimalnya timbul rasa malas, lamban, dan sikap santai dalam melakukan amaliyah yang sebelumnya pernah dilakukan dengan penuh semangat dan menggebu-gebu, dan efek maksimalnya terputus sama sekali dari praktek suatu amaliyah tersebut. Penyakit rohani ini kerap menjangkiti para aktifis da'wah dalam menggeluti jalan jihad fi sabilillah. Oleh karena itu, penyakit rohani (futuur) ini tidak dibiarkan berlarut-larut dalam diri aktifis da'wah dan harus segera ditanggulangi sedini mungkin. Adapun untuk mengatasi futuur tersebut adalah:
1. Menjauhi perbuatan maksiat dan keburukan baik yang besar ataupun kecil.
Perbuatan maksiat itu ibarat api yang membakar hati serta akan mengundang kemurkaan Allah swt. Dan barang siapa yang dimurkai oleh Tuhannya, maka ia akan merugi dengan kerugian yang nyata, sebagaimana firman-Nya, "…Dan barang siapa ditimpa kemurkaan-Ku maka binasalah dia." (Thaha: 81)
2. Tekun dalam melaksanakan kewajiban harian.
Sesungguhnya melakukan kewajiban harian - membaca Al qur'an, al ma'tsurat, serta melakukan aneka shalat sunnah lainnya, seperti dhuha, qiyamullail, dan sebagainya - akan menimbulkan keimanan yang baik, memberikan keuletan pada jiwa, menggerakkan dan mempertinggi semangat, serta memperkuat 'azam (tekad) dalam berkhidmat kepada Allah swt.
3. Menghindarkan diri dari sikap berlebihan dalam menjalankan agama.
Membebaskan diri dari sikap berlebihan dan melewati batas bukan berarti meninggalkan suatu amal atau justru menyepelekannya, tetapi adanya sesuatu keseimbangan (iqthishaad) dan sikap pertengahan (tawassuth) disertai dengan usaha untuk melaksanakan secara kontinyu dan istiqomah terhadap semua sunah Rasul
"lakukanlah amal itu sebatas kesanggupanmu, sesungguhnya Allah tidak akan bosan sehingga kalian merasa bosan, dan sesungguhnya amal yang paling disukai Allah ialah amal yang dikerjakan terus menerus sekalipun sedikit (Mutafaq 'alaih).
4. Terjun dalam lingkungan jamaah dan tidak meninggalkannya dalam sikap apapun.
"Berjamaah itu menimbulkan rahmat (kasih sayang) sedangkan berpecah belah akan menyebabkan turunnya azab..." (HR. Ahmad).
5. Menyadari bentuk kendala yang akan dihadapi.
Dengan menyadari adanya kendala dalam menempuh jalan da'wah, kita akan memiliki bekal serta persiapan yang baik saat kendala itu benar-benar menghadang. Disamping itu da'i akan memiliki kesempatan untuk mengantisipasinya, khususnya yang berkaitan dengan penyakit futuur tersebut.
6. Ketelitian dan merencanakan strategi yang baik.
Dalam melakukan da'wah da'i harus senantiasa memperhatikan skala prioritas dan mengatur strategi, yakni dengan mendahulukan hal-hal yang penting dan menangguhkan hal-hal yang kurang begitu penting. Insya Allah laju perjalanan da'wah akan berjalan dengan lancar dan berhasil mencapai sasaran. Sebaliknya jika mengabaikannya akan mudah terjebak untuk memasuki kancah pertarungan sampingan atau berputar pada masalah juz'iyyah (sektoral).
7. Senantiasa menjalin hubungan dengan para shalihin dan mujahidin.
Hal ini perlu kita lakukan, mengingat para shalihin dan para mujahidin tersebut merupakan para hamba Allah yang memiliki jiwa yang bersih, cahaya hati, dan kilauan rohani, sepi dari sikap mencela dan memaksa. Oleh karena itu, jika kita senantiasa menjalin hubungan dengan mereka, akan dapat menghidupkan kembali tekad dan memicu semangat kita yang terkadang mudah turun-naik. Rasulullah memberi perhatian dalam hal ini lewat sabdanya, "Maukah kalian kukabari tentang orang yang paling baik?" Sahabat menjawab, "Tentu, ya Rasulullah." Beliau lalu berkata, "Yaitu seorang yang jika engkau melihatnya ia akan mengingatkan engkau akan Allah SWT." (HR. Ibnu Majah).
8. Memberikan waktu kepada jasmani untuk istirahat, makan, dan minum secukupnya.
Hal ini akan dapat memperbaharui semangat dalam tubuh dan mengembalikan kekuatan dan vitalitasnya. Nabi saw mengisyaratkan hal ini kepada para aktivis, pada saat beliau memasuki mesjid kemudian melihat sebuah tali yang dibentangkan di antara dua buah tiang. Beliau lalu bertanya, "Tali apa ini?" Para sahabat menjawab, "Itu tali milik Zainab. Jika ia merasa letih beribadah, ia akan segera bergantung pada tali ini (untuk beribadah)". Mendengar penjelasan tersebut beliau lalu bersabda, "Lepaskan tali itu, dan lakukanlah oleh kalian shalat selama kalian masih kuat, tetapi jika merasa lelah hendaklah kalian tidur." (Muttafaq 'alaih).
9. Menghibur diri dengan hal-hal yang dibolehkan.
Misalkan bermain dan bergurau dengan anggota keluarga (anak dan istri), melakukan rihlah (wisata) bersama mereka, seperti memancing, berolah raga, tadabbur (merenungi) dan tafakkur (memikirkan) keindahan alam, hiking (mendaki gunung), latihan pengembaraan untuk melatih, membekali, dan membiasakan diri ketika berhadapan dengan suatu kesulitan, berkebun, dan lain-lain.
10. Melakukan kajian secara kontinyu terhadap buku-buku yang membahas perjalanan hidup atau sejarah para sahabat atau orang-orang shalihin lainnya.
Semua kisah mereka itu sarat dengan hikmah dan perjalanan. Dapat kita jadikan sumber referensi serta bahan bandingan dalam menghadapi persoalan-persoalan yang kita hadapi saat ini. "Sungguh, di dalam kisah-kisah mereka (para nabi) terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berfikir…" (QS Yusuf: 111).
11. Mengingat kematian dan kejadian-kejadian yang bakal terjadi selanjutnya.
Dengan senantiasa mengingat kematian dan kejadian-kejadian yang bakal dihadapi selanjutnya akan dapat membangunkan jiwa dari kelelapan, membangkitkannya dari kemalasan, mengingatkannya dari kelelapan, mengingatkannya dari kelalaian, sehingga kita akan kembali bersemangat dan mulai meneruskan amaliyah. Cara yang paling baik untuk mengingat kematian adalah seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw, yakni dengan mempersering ziarah kubur, mengantarkan jenazah, atau mengunjungi orang-orang yang tengah dilanda sakit keras. 
12. Mengingat kenikmatan surga dan azab neraka.
Hal ini akan mampu mengusir rasa kantuk dari kelopak mata, menggerakkan dan membangkitkan semangat yang mulai kendor dan melemah. Dalam sebuah riwayat dari Haram bin Hayyan, ia pernah keluar pada suatu malam, kemudian ia memanggil-manggil dengan suara keras, "Aku terpikat oleh surga. Jadi bagaimanakah seseorang yang menginginkannya dapat tidur? Dan aku sangat takut pada siksa neraka. Jadi, bagaimanakah orang yang ingin menjauhinya dapat tidur?" Kemudian ia membaca sebuah ayat, "Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur?" (At-Takhwiif bi an-Naar, Ibnu Rajab).
13. Menghadiri majelis-majelis ilmu.
Karena ilmu adalah penghidup hati, maka ketika seseorang mendengarkan kata-kata dari seorang alim yang shadiq (benar) dan mukhlis (ikhlas), maka hal itu akan dapat menyuburkan semangat dirinya. Mahabenar Allah yang telah berfirman, "…Sesungguhnya yang takut terhadap Allah adalah hamba-hamba-Nya yang berilmu…" (QS. Faathir: 28). "Dan katakanlah, Ya Tuhan, tambahkanlah aku ilmu pengetahuan." (QS. Thaahaa: 114).
14. Menjalankan ajaran agama secara total.
Hal tersebut lebih menjamin kontinuitas suatu amal hingga batas akhir kehidupan kita kelak.
15. Muhasabatu an nafs (mengoreksi jiwa).
Senantiasa memantau keadaan hati dapat mengantisipasi suatu kesalahan pada waktu dini, sehingga proses pengobatannya akan lebih mudah. "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan." (QS. Al Hasyr: 18). 
Maraji': Penyebab Gagalnya Dakwah (Dr. Sayyid Muhammad Nuh).(www.ikhwah-net.8m.com)